Menyelesaikan Hutang Salat Orang yang Telah Meninggal: Qadha atau Fidyah? Pertanyaan tentang bagaimana menyelesaikan hutang salat seseorang yang telah meninggal masih sering menjadi perbincangan di kalangan umat Islam. Berikut penjelasannya: Hutang Salat: Keniscayaan dalam Kehidupan Muslim Salat merupakan salah satu tiang utama dalam agama Islam. Ia adalah kewajiban kedua setelah ikrar syahadat dan menjadi bagian integral dari identitas seorang muslim. Bagi sebagian, salat adalah rutinitas yang mudah dijaga, sedangkan bagi yang lain, salat bisa menjadi ujian dan tantangan. Permasalahan Saat Meninggal dengan Hutang Salat Pertanyaan muncul ketika seseorang meninggal dunia namun masih memiliki hutang salat yang belum diselesaikan. Bagaimana keluarga yang ditinggalkan dapat menyelesaikan hutang tersebut? Para Ulama Madzhab Syafi’i telah secara rinci menjelaskan mengenai hukum bagi seseorang yang meninggal dunia dan masih memiliki tunggakan salat. Salah satu analisis mereka dapat disimak dalam Kitab Al-Majmu Syarh al-Muhadzdzab yang disusun oleh Imam an-Nawawi:

لَوْ مَاتَ وَعَلَيْهِ صَلَاةٌ أَوْ اعْتِكَافٌ لَمْ يَفْعَلْهُمَا عَنْهُ وَلِيُّهُ وَلَا يَسْقُطُ عَنْهُ بِالْفِدْيَةِ صَلَاةٌ وَلَا اعْتِكَافٌ * هَذَا هُوَ الْمَشْهُورُ فِي الْمَذْهَبِ وَالْمَعْرُوفُ مِنْ نُصُوصِ الشَّافِعِيِّ فِي الام وغيره “Jika seseorang meninggal dan masih punya hutang salat atau i’tikaf, maka walinya tidak bisa menggantikan mengerjakan salat maupun i’tikaf, tidak bisa pula diganti dengan membayar fidyah. Ini adalah pendapat yang masyhur dalam Madzhab Syafi’i dan pendapat yang makruf dari teks Imam Syafi’i dalam kitab Al-Umm atau selainnya.”

(Lihat Al-Majmu’, 6/372)

Uraian yang lebih rinci bisa kita jumpai misalnya di kitab I’anatut Talibin,

(فائدة) من مات وعليه صلاة فلا قضاء ولا فدية. وفي قول – كجمع مجتهدين – أنها تقضى عنه لخبر البخاري وغيره، ومن ثم اختاره جمع من أئمتنا، وفعل به السبكي عن بعض أقاربه. ونقل ابن برهان عن القديم أنه يلزم الولي إن خلف تركة أن يصلى عنه، كالصوم. وفي وجه – عليه كثيرون من أصحابنا – أنه يطعم عن كل صلاة مدا. “(Faidah) Seseorang yang wafat dan masih punya hutang salat, tidak ada qadha dan tidak ada fidyah. Namun dalam salah satu pendapat -yang juga dipegang sejumlah mujtahid- disebutkan bahwa bisa diqadha berdasar khabar dalam Al-Bukhari dan lainnya. Pendapat ini diamini oleh sebagian Para Ulama Madzhab Syafi’i. Salah satunya adalah Imam as-Subki yang mengerjakan salat untuk sebagian kerabatnya yang meninggal. Adapula nukilan dari Ibnu Burhan dari pendapat qadim bahwa wali almarhum wajib salat untuknya jika meninggalkan harta warisan, sebagaimana dalam konteks puasa. Sedangkan menurut salah satu wajah dalam madzhab Syafi’i, orang yang wafat dan masih punya hutang salat bisa dibayar dengan satu fidyah untuk setiap salat yang ditinggalkan.”

(Lihat I’anatut Talibin, 1/33)

Perspektif Madzhab Syafi’i: Menurut pandangan Madzhab Syafi’i, ada beberapa opsi dalam menangani hutang salat seseorang yang telah wafat:
  1. Tidak Ada Qadha dan Fidyah: Pendapat masyhur dalam Madzhab Syafi’i adalah bahwa tidak ada kewajiban qadha (menggantikan) maupun fidyah (pengganti) dalam hal hutang salat yang ditinggalkan oleh orang yang telah meninggal. Ini juga menjadi pendapat mayoritas dalam Madzhab Maliki, Syafi’i, dan Hanbali.
  2. Qadha oleh Wali atau Ahli Waris: Pendapat lain dalam Madzhab Syafi’i adalah bahwa wali, ahli waris, atau kerabat bisa menjalankan salat qadha (menggantikan) atas nama almarhum. Ini seperti yang diamalkan oleh Imam as-Subki, seorang ulama besar dalam Madzhab Syafi’i.
  3. Fidyah oleh Wali: Pendapat ketiga dalam Madzhab Syafi’i adalah bahwa wali almarhum bisa membayar fidyah untuk setiap salat yang ditinggalkan. Besar fidyah yang dibayarkan setara dengan jumlah salat yang ditinggalkan.
Kesimpulan:
  • Para ulama dalam Madzhab Syafi’i berbeda pendapat mengenai penyelesaian hutang salat orang yang telah meninggal.
  • Pendapat masyhur adalah bahwa tidak ada qadha maupun fidyah untuk hutang salat almarhum.
  • Namun, ada juga pendapat yang memperbolehkan qadha oleh wali atau ahli waris, serta pendapat yang memperbolehkan pembayaran fidyah oleh wali almarhum.
Perbedaan pendapat ini menunjukkan luasnya ilmu dan keluwesan dalam fikih Islam. Yang penting, kita harus beramal sesuai dengan kemampuan masing-masing dan selalu menghormati perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Wallahu a’lam.

Artikel ini adalah rangkuman dari